Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim membantah jadwal masuk sekolah tahun ajaran baru 2020/2021 bakal digelar bulan Juli.
Meskipun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemendikbud) telah mempersiapkan jadwal masuk sekolah tahun ajaran baru, namun hal tersebut masih menunggu keputusan dari Gugus Tugas Nasional untuk penanganan Covid-19.
Sebelumnya, pada awal Mei 2020 lalu, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) telah mempersiapkan skenario dimulainya pembelajaran sekolah.
Skenario itu dibuat untuk pembelajaran Juli, Agustus, Desember 2020, juga Januari 2021.
Kemenko PMK juga menuliskan konsekuensi dari setiap waktu dimulainya pembelajaran sekolah.
Sebelumnya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ( Mendikbud), Nadiem Makarim menyanggah rumor dimulainya pembelajaran di sekolah pada Juli mendatang.
Menurut Nadiem Makarim, keputusan dimulainya pembelajaran bukan pada pihaknya, meski Kemendikbud telah menyiapkan skenario dan semacamnya.
“Harus diketahui bahwa Kemendikbud sudah siap dengan semua skenario,” ucapnya.
“Kami sudah ada berbagai macam, tapi tentunya keputusan itu ada di dalam Gugus Tugas, bukan Kemendikbud sendiri. Jadi, kami yang akan mengeksekusi dan mengoordinasikan,” paparnya dalam rapat kerja secara telekonferensi dengan Komisi X DPR RI, di Jakarta, Rabu (20/5/2020), dikutip dari laman Kemendikbud.
Selanjutnya, Nadiem menyatakan keputusan mengenai waktu dan metode pembelajaran juga atas pertimbangan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
“Tapi keputusan kapan, dengan format apa, dan seperti apa, karena ini melibatkan faktor kesehatan, bukan hanya pendidikan, itu masih di Gugus Tugas,” paparnya.
Pihaknya juga menyanggah berbagai rumor maupun pemberitaan Kemendikbud akan membuka sekolah pada awal tahun ajaran baru di bulan Juli.
“Kami tidak pernah mengeluarkan pernyataan kepastian, karena memang keputusannya bukan di kami. Jadi mohon stakeholders atau media yang menyebut itu, itu tidak benar,” tegas Nadiem.
Bagaimana Jika Pembelajaran Mulai Juli, Agustus, atau Januari?
Kemenko PMK mempersiapkan skenario dimulainya pembelajaran bagi pelajar Indonesia setelah pandemi Covid-19.
Skenario pembukaan sekolah terutama untuk melanjutkan Tahun Ajaran 2019-2020 yang tertunda hingga memulai Tahun Ajaran baru 2020-2021.
Skenario pembelajaran bisa mulai pada Juli atau Agustus dan Desember 2020, bahkan Januari 2021.
Dikutip dari laman Kemko PMK, sedikitnya ada tiga skenario yang telah disiapkan.
Seperti yang dikatakan oleh Deputi Bidang Koordinasi Pendidikan dan Agama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Agus Sartono, dalam rapat koordinasi Kemenko PMK membahas Persiapan Masuk Kembali ke Sekolah melalui telekonferensi di Jakarta, Jumat (1/5/2020).
Skenario pertama adalah skenario optimis, yakni sekolah dibuka kembali akhir Juli atau pertengahan Agustus.
Skenario kedua adalah pesimis, apabila Covid-19 berakhir di akhir 2020, yakni menggunakan pembelajaran daring berfokus kepada daerah yang tidak mendapatkan akses listrik dan internet.
Sehingga mendapatkan hak pembelajaran dan dilakukan evaluasi jangkauan TVRI apakah bisa menjangkau sekolah yang tidak memiliki listrik.
Skenario ketiga, yaitu apakah dimungkinkan mengubah awal tahun pembelajaran baru di bulan Januari 2021.
“Laporan Bapak Menko (Muhadjir Effendy) kepada Bapak Presiden adalah pembelajaran pada semester ini belum dapat dibuka kembali,” ungkap Agus.
Adapun berdasarkan salinan dari hasil rapat koordinasi yang diterima Tribunnews.com, skenario terburuk atau skenario ketiga pembelajaran bisa diubah ke awal tahun ajaran baru pada Januari 2021.
Sejumlah konsekuensi juga dipikirkan oleh Pemerintah, termasuk revisi mekanisme dan aturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Di antaranya yakni:
- Program reguler berlaku pada jenjang dikdasmen. Untuk jenjang dikti menyesuaikan.
- Kemendikbud dan Kemendagri secara berkala memonitor dampak yang timbul akibat perpanjangan dan pengantian tahun ajaran dari Juli ke Januari.
- Merevisi PerMendikbud tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
- Revisi Kebijakan kalender Pendidikan di awal tahun pembelajaran dari Juli menjadi Januari.
Adapun dijelaskan dalam artikel di laman Kemenko PMK, mengacu pada arahan Presiden untuk kemungkinan membuka kembali layanan pendidikan maka tetap harus menjalankan protokol Covid-19.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) serta Kementerian Agama (Kemenag) juga agar menghitung total kebutuhan masker dan ketersediaan fasilitas cuci tangan.
Selain itu perlu mendata sekolah yang tidak dapat menjangkau internet untuk dilaporkan ke Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo).
Nantinya, Kominfo agar dapat memastikan Ring Palapa yang telah dibangun mampu menjangkau 46 ribu satuan pendidikan yang belum memiliki akses jaringan internet dan listrik.
“Intinya kita harus memastikan semua anak mendapatkan layanan pendidikan karena mencerdaskan anak bangsa merupakan amanat Undang-Undang,” ungkap Agus.
Pemerintah Jangan Tergesa-gesa
Dikutip dari Kompas.com, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) meminta pemerintah tidak tergesa-gesa memulai kembali kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah.
Hal tersebut mengingat kurva kasus positif Covid-19 di Indonesia belum menunjukkan tanda-tanda penurunan.
Ditambah, protokol kesehatan juga belum berjalan baik.
“Jadi jangan tergesa-gesa kesannya. Harus betul-betul dikaji, itu pertama.”
“Kedua, kalau mau dibuka harus dengan amat sangat hati-hati. Jadi mungkin dilihat case-nya di setiap daerah itu,” ujar Ketua Umum Pengurus Besar PGRI, Unifah Rosyidi, Jumat (22/5/2020).
Menurut dia, memulai kembali KBM di sekolah sangat berpotensi terjadi penularan.
Hal itu karena para siswa, khususnya ditingkat SD dan SMP, masih sangat rentan terpapar Covid-19.
Ditambah lagi dengan banyaknya interaksi, baik sesama murid maupun dengan guru saat berada di sekolah.
“Yang SD-SMP itu sangat rawan. Dia dari segi fisik masih vulnerable dan dia masih memerlukan bantuan bantuan banyak orang dewasa,” kata Unifah.
Unifah mengungkapkan, perlu ada kajian dan kewaspadaan lebih mendalam untuk mengantisipasi banyaknya kegiatan yang berpotensi terjadinya penularan di sekolah.
“Menurut saya ini harus ekstra hati-hati dan jangan pertaruhkan masa depan anak anak itu, yang akhirnya menjadi terpapar. Mereka harus kita lindungi,” kata Unifah.
Sumber : Tribunnews