Cara Orang Tua Menjadi Guru bagi Anak Selama Masa WFH ini bukanlah hal mudah dan belum pernah terjadi sebelumnya. Baca terus tulisan dibawah ini yang dikutip dari Parentstory untuk mengetahui cerita tiga orang tua melalui tantangan selama WFH, dan cara menanganinya dari pakar.
Sejak hari Minggu (13/04/2020), Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB) telah diterapkan oleh pemerintah di 10 wilayah di Indonesia sebagai bagian dari upaya mengurangi penyebaran virus corona. Ini berarti, WFH (Work From Home) dan SFH (School From Home) akan terus diterapkan.
Meski sudah berminggu-minggu menjalani WFH sekaligus menjadi ‘guru’ dadakan untuk anak, kebanyakan orang tua masih merasakan kesulitan. Bahkan, ada yang belum menemukan cara mengatasi segala rintangan WFH bersama anak selama pandemi ini. Hal tersebut diakui oleh Fani (44) seorang wiraswasta dan ibu dari Marsya (7). Pemilik restoran Fani Foods di Cipete, Jakarta Selatan, ini mengaku, kalau hingga saat ini masih mencari cara yang tepat agar pekerjaan orang tua dan tugas sekolah anak bisa bersinergi dengan baik.
Sambil mencari cara terbaik, Fani dan suaminya mengakali situasi tersebut dengan memprioritaskan semua pesanan pembeli bisa selesai tepat waktu. Untuk tugas sekolah anak, biasanya akan dikerjakan semampunya dulu oleh anak, kemudian di malam hari akan dikoreksi atau mendapat bimbingan dari orang tua.
Bagaimana mengatasi tantangan WFH dan SFH?
Pada Parentstory, Fani bercerita, “Pembagian waktu jadi tantangan terberat selama WFH dan SFH. Bagaimana supaya pesanan dan tugas sekolah anak bisa selesai semua? Apalagi, kondisi seperti sekarang ini membuat saya jadi menerima pesanan dadakan dari pelanggan. Waktu untuk memenuhi permintaan pelanggan maupun untuk mengisi stok di toko jadi memakan waktu yang lebih panjang, padahal tugas sekolah anak ada tenggatnya.”
Time management menjadi tantangan terberat dalam hal cara orang tua menjadi guru bagi anak
Etta (35) mengalami hal serupa dengan Fani. Time management juga menjadi tantangan terberat ibu dari dua anak, selama masa WFH ini. “Tugas sekolah anak saya harus disetor harian dan masih perlu didampingi. Yang kecil, kalau ibunya di rumah akan lebih menuntut perhatian dan cenderung enggan sama orang lain. Keduanya masih tetap harus stick on their daily schedule, plus perlu cari aktivitas supaya mereka tidak bosan. Di sisi lain, saya masih harus stand by untuk conference call setiap hari sambil update pekerjaan,” ungkap HR Personnel di salah satu perusahaan swasta di Jakarta ini.
Lalu, bagaimana Etta menyiasati tantangannya tersebut? “Saya batasi waktu kerja hanya sampai jam 6 sore. Setelah itu, saya fokus mengurus anak-anak, dan mendampingi yang besar untuk mencicil tugas esok hari. Yang kecil, sebisa mungkin masih saya suapi, dan temani tidur siang. Meski sambil buka laptop, tapi saya pastikan saya hadir di kamarnya. Waktu istirahat makan siang juga saya gunakan selama 60 menit untuk break dan makan bersama anak-anak.”
Manajemen waktu di kala WFH dan SFH yang berbarengan ini bisa dibilang merupakan salah satu rintangan yang umum dialami oleh orang tua. Tidak dapat dipungkiri, hal tersebut juga dapat memicu kecemasan dan emosi negatif lainnya pada orang tua. Bahkan, orang tua bisa menjadi stres.
Manajemen waktu di kala WFH dan SFH yang berbarengan ini bisa dibilang merupakan salah satu rintangan yang umum dialami oleh orang tua. Tidak dapat dipungkiri, hal tersebut juga dapat memicu kecemasan dan emosi negatif lainnya pada orang tua. Bahkan, orang tua bisa menjadi stres. Kecemasan dan emosi negatif yang dirasakan orang tua tersebut mungkin sekali menular pada anaknya. Kabar baiknya, Devi Sani Rezki, M.Psi, psikolog anak dan co-founder Klinik Tumbuh Kembang Anak Rainbow Castle, menjelaskan pada Parentstory beberapa kiat mengatasinya.
Pertama, orang tua perlu menyadari bahwa di masa seperti ini, perfeksionisme malah akan semakin membuat Anda lebih lelah dari biasanya. “Tidak perlu memaksakan harus ada prestasi yang selesai selama karantina. Cukup jalankan one day at a time,” tutur Devi. Selanjutnya, orang tua perlu tetap terhubung dengan orang lain. Di saat-saat ini, dukungan sosial paling dibutuhkan, baik itu hanya mengobrol santai ataupun curhat. Namun, Devi mengingatkan orang tua untuk tetap membatasi konsumsi media sosial yang bisa membuat Anda semakin depresif. Jangan lupa untuk tetap beraktivitas fisik. Meski #dirumahaja, jangan bermalas-malasan terus. Berbaring seperlunya saja.
Jaga ikatan emosional dengan anak
Tini Habibie (37), ibu rumah tangga dari tiga anak usia sekolah, yaitu Athalla (10), Indira (8), dan Azka (7), ikut menceritakan kesan-kesannya selama mendampingi anak-anaknya belajar di rumah kepada Parentstory. Menurutnya, tantangan terberat yang ia hadapi selama ini adalah bagaimana cara menjaga emosi orang tua yang harus menghadapi tugas sekolah anak, dan dalam waktu bersamaan memiliki kewajiban lainnya, sambil juga berusaha menjaga mood anak-anak agar tidak mogok mengerjakan tugas sekolah. Tini dan suaminya memiliki dua trik mengatasi tantangan tersebut. Untuk menjaga emosi dirinya dan sang suami, mereka mencoba menggunakan berbagai aplikasi baru di gawai yang menghibur sebagai penghilang stres. Sementara itu, dalam menjaga mood anak-anak agar tetap semangat mengerjakan tugas sekolah, yakni dengan berusaha fleksibel pada aturan screen time di rumah.
“Kalau biasanya cuma diizinkan di akhir pekan, sekarang setelah selesai mengerjakan tugas sekolah, anak-anak boleh nonton film di Netflix dan bermain PlayStation,” cerita Tini. Baru-baru ini, Tini dan suaminya juga mengajak ketiga anak mereka jalan-jalan menggunakan mobil keluar rumah hanya untuk membeli makanan yang dapat dipesan melalui layanan Drive-Thru. “Ternyata, anak-anak senang dan cukup terhibur,” ucapnya. Menurut Devi Sani, menjaga ikatan emosional dengan anak memang penting. Hal tersebut merupakan salah satu yang perlu orang tua utamakan di masa sulit seperti ini. Ikatan emosional dengan anak perlu tetap erat dan baik. “Sebab, anak perlu merasa aman di masa new normal ini karena kita semua sedang penyesuaian,” ungkap Devi.
Selain itu, ada beberapa trik lainnya agar anak bisa SFH dengan menyenangkan dan tak menolak mengerjakan tugas-tugas sekolahnya yang diungkapkan oleh Devi, berikut ini:
- Ekspektasi orang tua pada anak perlu disesuaikan. Hindari membuat ekspektasi setinggi situasi seperti sebelumnya, ketika normal dan baik-baik saja.
- Hindari terlalu banyak melihat sosial media, terutama pada konten yang menampilkan kelebihan anak-anak orang lain dalam mengerjakan tugas sekolahnya. Pasalnya, hal tersebut bisa membuat Anda semakin memberi ekspektasi yang tidak realistis pada anak Anda sendiri.
- Pastikan ada waktu bermain setelah atau sebelum anak belajar.
- Jika memungkinkan, jam dan tempat belajar anak selalu sama setiap hari agar terprediksi oleh anak. Sebab, bagi anak, sesuatu yang dapat ia prediksi membuatnya merasa aman.
- Tempat belajar harus ‘sepolos’ mungkin. Jauhkan dari televisi, mainan, terlalu banyak hiasan dan barang atau orang lalu-lalang. Hal ini penting untuk mempertahankan konsentrasi anak.
Nah, demikian Ayah Bunda, tulisan bagus yang semoga dapat menjadi hikmah bagi Ayah Bunda.
Bimbel online sebagai salah satu alternatif
Sebagai salah satu solusi untuk membantu meringankan “beban” dan tantangan cara orang tua menjadi guru bagi anak di rumah selama WFH dan SFH, orang tua dapat mendaftarkan anaknya di program belajar online sebagaimana yang dituturkan dalam artikel ini.
Salah satu bimbel online di Kota Bogor yang cukup dikenal adalah Bimbel Teladan. Bimbel ini juga memberikan layanan pembelajaran di rumah baik online (melalui aplkasi Zoom, Whatsapp dan Telegram) maupun pertemuan offline yang tentu tetap disiplin protokol kesehatan selama masa pandemi Covid-19. Info lebih lanjut dapat menghubungi CS di 081289008297.